Selasa, 13 Desember 2011

Pengaruh Pola Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Suasana Kerja terhadap Kinerja Guru

Pengaruh Pola Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Suasana Kerja terhadap Kinerja Guru

Sudharto

FIP IKIP PGRI Semarang

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja terhadap kinerja para guru. Sampel sebanyak 180 guru SMP Negeri di Kabupaten Boyolali. Pengumpulan data menggunakan angket. Data penelitian dianalisis dengan komputer program SPSS Versi 11.5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut persepsi guru: (1) ada pengaruh yang siginifikan pola kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru, (2) ada pengaruh yang signifikan suasana kerja terhadap kinerja guru, (3) secara bersama-sama ada pengaruh yang signifikan pola kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja terhadap kinerja guru. Suasana kerja mempunyai pengaruh yang lebih besar jika dibandingkan dengan pola kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru SMP Negeri Kabupaten Boyolali.
Kata kunci: pola kepemimpinan kepala sekolah, suasana kerja, dan kinerja guru.  





The Influence of The Headmaster Leadership Methode And Working Situation Toward Teacher’s loyality of SMPN in Boyolali Regency

Sudharto

FIP IKIP PGRI Semarang


Abstract
The objectives of the research are to know about the influence of the headmaster’s leadership methode and working situation toward teacher’s loyality. The samples are 180 teachers of SMPN in Boyolali Regency. The collecting data uses questionnaire. The data is analized using computer with SPSS programme in 11.5. version. The result shows that including to the teacher perception; (1) there is influence which has significant of the headmaster’s leadership toward teacher’s loyality; (2) there is influence which has significant of working situation toward teacher’s loyality; (3) As collective, there are influence which have significant of headmaster’s leadership methode and working situation toward teacher’s loyality. Working situation has influence bigger than headmaster’s leadership in increasing
Key words: headmaster’s leadership methode, working situation, and teacher’s loyality.


Pendahuluan
Dikemukakan oleh Ekosusilo, M. (2003) bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan suatu bangsa, sehingga pendidikan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa investasi pendidikan sebagai kegiatan inti pengembangan sumber daya manusia terbukti memiliki sumbangan yang sangat signifikan terhadap tingkat keuntungan ekonomi, sehingga keuntungan dalam investasi pendidikan lebih tinggi daripada investasi fisik. Melalui pendidikan dapat membekali seseorang berbagai pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperlukan untuk dapat bekerja secara produktif. Dengan demikian keberadaan human capital lebih penting jika dibandingkan dengan physical and capital.
Penjelasan tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan memiliki fungsi strategis dalam pembangunan bangsa, tanpa pendidikan pembangunan bangsa tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana. Fungsi strategis pendidikan tersebut adalah: (1) mencerdaskan kehidupan bangsa, (2) menyiapkan tenaga kerja terampil dan ahli, serta (3) membina dan mengembangkan penguasaan teknologi.
Dapartemen Pendidikan Nasional, dalam rangka merealisasikan tujuan pendidikan nasional telah menetapkan empat sasaran strategis yang menjadi orientasi perencanaan, pengembangan dan pelaksanaan program pendidikan nasional yaitu: (1) pemerataan pendidikan, (2) peningkatan mutu, (3) peningkatan relevansi pendidikan, dan (4) peningkatan efisiensi pelaksanaan pendidikan nasional (Soedijarto, 1993). Sedangkan untuk merealisasikan strategi dimaksud telah dijabarkan dalam pendidikan persekolahan maupun pendidikan luar sekolah. Pada jalur pendidikan persekolahan pelaksanaannya telah diatur mulai dari jenjang pra sekolah sampai dengan jenjang pendidikan tinggi.
Dalam rangka mempercepat pencapaian tujuan pendidikan nasional pemerintah telah melakukan berbagai upaya antara lain; peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, pengembangan sumberdaya manusia, dan berbagai kebijakan yang dapat mendukung pelaksanaan program pendidikan. Dan dalam rangka perluasan pendidikan, pemerintah telah melakukan perubahan pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan tahun, yaitu enam tahun di Sekolah Dasar dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (PP No. 28, 1990).
Kenyataan menunjukkan bahwa meskipun pemerintah telah melakukan peningkatan dan perbaikan dalam berbagai aspek yang mendukung pelaksanaan pendidikan, namun hingga kini kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan di negara-negara maju. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Soedijarto (1993) menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih dihadapkan pada adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, hal ini mengandung makna bahwa pencapaian hasil pendidikan masih jauh dari apa yang ditargetkan.
Permasalahan masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia selalu dikaitkan dengan rendahnya kemampuan guru dalam melaksanakan tugas pengajaran di sekolah. Hal ini sangat beralasan dan didasarkan pada pertimbangan bahwa di antara berbagai komponen yang mempengaruhi mutu pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan, guru merupakan salah satu aspek yang pantas mendapat perhatian. Ditinjau dari posisi yang tertera dalam struktur organisasi pendidikan maupun dilihat dari tugas yang dibebankan, guru sangat berperan
dalam menentukan kualitas pendidikan.
Studi tentang pelaksanaan tugas guru di sekolah sebagaimana dijelaskan oleh Davis (1991) menunjukkan bahwa hanya kira-kira 43% waktu guru digunakan untuk membimbing dan melaksanakan pembela-jaran siswa di kelas, sedang sisanya digunakan untuk tugas-tugas yang bersifat administratif. Dari 43% waktu tersebut sebagian digunakan untuk melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar sehingga jam belajar yang bersifat tatap muka semakin berkurang. Hasil studi tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu guru hanya sebagian kecil dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran, sehingga pencapaian hasil belajar tidak maksimal.
Berbagai kritik terhadap guru yang dianggap sebagai penyebab lemahnya kualitas pendidikan patut dikaji secara seksama, walaupun masih banyak faktor di luar guru yang berpengaruh terhadap rendahnya kualitas pendidikan. Suryadi dan Tilaar (1994) berpendapat bahwa, besarnya populasi sekolah, alokasi dana, buku pelajaran, dan sarana pendidikan mempunyai dampak terhadap prestasi belajar siswa. Selain faktor-faktor dimaksud, pola kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah, situasi atau iklim yang berkembang di sekolah, kepuasan kerja, hubungan sekolah dengan masyarakat, komunikasi sesama guru, kesejahteraan guru juga dapat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di sekolah.
Permasalahan masih rendahnya mutu pendidikan dan rendahnya kinerja guru adalah permasalahan yang hampir ditemui di setiap daerah, seperti halnya di Kabupaten Boyolali. Secara keseluruhan prestasi kerja guru di Kabupaten Boyolali belum mencapai hasil yang diharapkan, terutama pada guru-guru SMP Negeri. Menurunnya prestasi kerja guru ditandai oleh perolehan NEM, angka partisipasi murni siswa SMP ke SLTA dan persentase siswa tinggal kelas. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Boyolali ternyata di Kabupaten Boyolali terdapat 47 SMP Negeri dengan jumlah guru 1.733 orang, jumlah siswa 38.480 orang. Berdasarkan data tersebut secara kasar dapat diartikan bahwa seorang guru SMP Negeri di Kabupaten Boyolali harus bertanggung jawab mendidik murid sebanyak kira-kira 23 anak didik. Ini merupakan tugas yang cukup berat bagi seorang guru.
Menurunnya prestasi kerja guru sudah barang tentu berkaitan dengan menurunnya pelaksanaan tugas mengajar, pelaksanaan bimbingan, pengembangan profesi dan tugas-tugas yang berhubungan dengan administrasi yang secara langsung berdampak pada perolehan hasil belajar siswa. Dugaan terhadap faktor-faktor tersebut sebagai penyebab menurunnya kinerja guru diperkuat dengan munculnya berbagai gagasan yang berkembang di kalangan guru untuk membentuk sebuah wadah atau forum komunikasi antar guru yang bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas di sekolah. Salah satu penyebab munculnya forum komunikasi tersebut adalah adanya rasa ketidakpuasan terhadap kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala sekolah sebagai administrator seharusnya dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan bagi guru dan personel sekolah lainnya. Permasalahan ini harus segera diatasi agar pelaksanaan pendidikan di Kabupaten Boyolali dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Kepala sekolah yang efektif memfokuskan kegiatan pada pengajaran dan
peningkatan kinerja guru, sebagaimana diungkapkan oleh Greenfield dan Manasse (Davis & Thomas, 1989: 21) bahwa, “Effective principals focus their activities on instruction and the classrom performance of teachers”. Robbins (1996) juga menyatakan bahwa perilaku atasan (kepala sekolah) merupakan faktor utama dari kepuasan kerja. Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa studi yang pernah dilakukan menyimpulkan bahwa kepuasan karyawan (guru) dapat ditingkatkan apabila pimpinan bersikap ramah, menghargai kinerja guru, mendengarkan keluhan guru dan memperhatikan pendapat para guru. Ditegaskan pula oleh Yukl (1998), bahwa kinerja kelompok (organisasi) akan efektif apabila pekerja tersebut dimanfaatkan sebagai sumberdaya yang produktif, anggota dimotivasi untuk melaksanakan tugas, dan bersinergi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Berdasarkan uraian teori di atas, permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh persepsi guru tentang pola kepemipinan kepala sekolah dan suasana kerja terhadap kinerja guru di SMP Negeri Kabupaten Boyolali?
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh pola kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja terhadap kinerja guru berdasarkan persepsi guru.
Sejalan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian apat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: (1) pengaruh persepsi guru mengenai pola kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru, (2) pengaruh suasana kerja terhadap kinerja guru, dan (3) secara bersama-sama pengaruh persepsi guru mengenai pola kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja terhadap kinerja
guru.
Untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian sebagaimana dijelaskan berikut ini.

Metode Penelitian

            Penelitian ini menggunakan pendekatan ex post facto yaitu tidak mengadakan perlakuan terhadap subjek yang menjadi sasaran penelitian dan tidak mengadakan manipulasi data, melainkan hanya menggali fakta-fakta dari peristiwa yang telah terjadi dengan menggunakan angket. Sebelum angket digunakan terlebih dahulu telah diuji validitas dan reliabilitasnya kepada 30 responden guru SMP Negeri di luar sampel penelitian.
Populasi penelitian ini adalah seluruh guru SMP Negeri di Kabupaten Boyolali berjumlah 1.500 orang yang tersebar ke dalam lima wilayah (rayon). Besarnya sampel setiap wilayah ditetapkan 12% yang diambil secara random. Dari cara ini diperoleh sampel sebanyak 180 orang guru.  Dengan cara demikian sampel yang diperoleh benar-benar representatif mewakili populasi.berdasarkan jumlah guru di setiap rayon (wilayah).

Hasil dan Pembahasan
Hasil   
Pengaruh Persepsi Guru mengenai Pola Kepemimpinan Kepala Seko-lah (X1) terhadap Kinerja Guru (Y)

            Hasil analisis regresi X1 (persepsi guru mengenai pola kepemimpinan kepala sekolah) dengan Y (kinerja guru), dapat digambarkan dalam persamaan sebagai berikut: Y = 0,818 X1 + 15,735, harga F sebesar 35,943 dengan probabilitas (p=0,000), dan R2 = 0,669 atau 66,9 %.
            Dengan demikian, besarnya pengaruh X1 (persepsi guru mengenai pola kepemimpinan kepala sekolah) terhadap Y (kinerja guru) sebesar 66,9 % hal ini sebagai akibat dari indikator-indikator pola kepemimpinan Kepala Sekolah, sedangkan 33,1 % kemungkinan dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. 

Pengaruh Persepsi Guru Mengenai Suasana Kerja (X2) terhadap Kinerja Guru (Y)

Hasil analisis regresi X2 (suasana kerja) dengan Y(kinerja guru), dapat digambarkan dalam persamaan sebagai berikut: Y = 0,723 X2 + 9,206, harga F sebesar 4,398 dengan probabilitas (p=0,000), dan R2 = 0,627 atau 62,7 %.
            Dengan demikian, besarnya pengaruh X1 terhadap Y sebesar 62,7 % hal ini sebagai akibat dari indikator-indikator suasana kerja, sedangkan 37,3 % kemungkinan dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.

Pengaruh Persepsi Guru Mengenai Pola Kepemimpinan Kepala Se-kolah (X1) dan Suasana Kerja (X2) terhadap Kinerja Guru (Y).
Hasil analisis regresi ganda X1 (pola kepemimpinan kepala sekolah) dan X2 (suasana kerja) dengan Y (kinerja guru), dapat digambarkan dalam persamaan sebagai berikut: Y = 0,319 X1 + 0,585 X2 + 24,134, harga t sebesar 7,831 dengan probabilitas ( p = 0,000), dan R² = 0,779 atau 77,9%.
Dengan demikian, besarnya pengaruh X1 (pola kepemimpinan kepala sekolah),  X2 (suasana kerja)  terhadapY (kinerja guru) sebesar 77,9%, hal ini sebagai akibat dari indikator-indikator kerja, sedangkan 22,1% kemungkinan dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.

Pembahasan 
Pengaruh Persepsi Guru mengenai Pola Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru

Temuan penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara pola kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru. Hal yang sama dikemukakan oleh Barnard (Sutisna, 1993) bahwa pola/tipe kepemimpinan yang efektif adalah dapat mencapai keduanya; menumbuhkan kinerja anggota dan meningkatkan produktivitas organisasi. Dalam latar sekolah, guru merupakan salah satu anggota organisasi yang menempati posisi strategis guna pencapaian tujuan pendidikan. Dengan demikian usaha meningkatkan kinerja guru berarti juga meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.   
            Kepala sekolah sebagai penanggung jawab utama dalam pengelolaan sumberdaya sekolah harus mampu bekerjasama dengan semua personel sekolah, terutama dengan guru. Kemampuan mengarahkan dan mempengaruhi anggota organisasi sekolah ditunjukkan melalui pola kepemimpinan yang ditampilkan, dengan harapan dapat mencapai tujuan secara lebih efisien. Kepala sekolah yang efektif, menurut Davis dan Thomas (1989) tidak cukup hanya mempunyai visi yang jelas dan terukur akan tetapi juga menaruh harapan yang tinggi terhadap prestasi siswa dan kinerja guru (staff performance). Kepala sekolah mempunyai peranan yang sangat dominan dalam meningkatkan prestasi sekolah akan tetapi hanya sedikit waktu yang dicurahkan untuk kegiatan perbaikan pengajaran, sebagaimana dikemukakan oleh Martin & Willower (Davis dan Thomas, 1989: 18) sebagai berikut: “Research on the activities and behavior of principals indicates that most principals spend very little time on curriculum and instructional matters”. Penelitian tentang aktivitas dan perilaku kepala sekolah menunjukkan bahwa, sebagian besar kepala sekolah sangat sedikit menggunakan waktu untuk pengembangan kurikulum dan pengajaran.
            Beberapa pendapat yang memperkuat temuan penelitian ini dikemukakan oleh De Roche (1985: 2) sebagai berikut:” Effective school principals are both tas-oriented and people-oriented”. Kepala sekolah yang efektif berorientasi pada tugas dan berorientasi pada manusia. Senada dengan pendapat di atas, Nurhadi (1983) menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan secara efektif, kegiatan pemimpin tidak hanya sekedar bergantung pada keharmonisan hubungan manusia, tetapi lebih jauh dari itu yakni termasuk pada semua bentuk tingkah laku manusia yang ikut berperan serta dalam organisasi tersebut baik sebagai individu, dalam kerjasamanya dengan orang lain, proses pengambilan keputusan, kewenangan, yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap tingkah laku (kinerja) para anggotanya. Dijelaskan juga oleh Kahn dan Katz (Sutisna, 1993) bahwa, pimpinan yang berorientasi pada tugas memusatkan perhatiannya terutama kepada peningkatan efisiensi, kenaikan produksi, dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Sedangkan pimpinan yang berorientasi pada manusia menekankan pada motivasi karyawan, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan anggota, dan pengembangan semangat anggota organisasi. Hampir semua bentuk pola kepemimpinan ditujukan pada peningkatan kinerja anggota, dan secara keseluruhan meningkatkan produktivitas organisasi.

            Hasil penelitian tentang efektivitas kepemimpinan kepala sekolah menunjukkan bahwa, efektivitas sekolah ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah (Nurtain, 1993). Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam pola dan gaya kepemimpinan, menurut Supriadi (1998) diperlukan terciptanya kehidupan sekolah yang sehat, kondusif, dan menunjang kinerja sekolah, antara lain: (1) kepala sekolah perlu memiliki visi yang jelas mengenai pembinaan mutu kehidupan sekolah, (2) kepala sekolah perlu melibatkan guru dalam kegiatan dan pengambilan keputusan penting di sekolah sehingga dapat membangkitkan rasa kebersamaan, rasa memiliki, rasa dihargai pada guru, (3) keteladanan kepala sekolah, sikap konsistensi dalam menegakkan aturan, dan kesesuaian perkataan dengan perbuatan mutlak diperlukan untuk membangun kepercayaan di kalangan warga sekolah, (4) kepala sekolah harus memahami kehidupan sekolah yang dipimpinnya. Apabila kepala sekolah dapat menciptakan kehidupan sekolah berdasarkan kriteria di atas, dapat meningkatkan kinerja warga sekolah khususnya para guru.


Hubungan Suasana Kerja dengan Kinerja Guru
            Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara suasana kerja dengan kinerja guru. Hal ini berarti semakin menyenangkan dan kondusif suasana kerja di sekolah maka akan diikuti dengan peningkatan kinerja guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kabupaten Boyolali.
            Temuan penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Supriadi (1998) bahwa, iklim atau suasana kehidupan sekolah, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, dan pola kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat perkembangan sekolah dapat meningkatkan mutu kerja (kinerja) guru. Hal yang senada dikemukakan oleh Siagian (1986:140) sebagai berikut: “Suasana kerja yang menggairahkan meningkatkan semangat kerja anggota organisasi untuk berbuat lebih banyak untuk mencapai tujuan yang ditetapkan”. Suasana sekolah yang menyenangkan dapat tercipta jika terdapat kerjasama yang harmonis antara kepala sekolah dengan guru, saling pengertian diantara para guru, tersedia fasilitas belajar, ruangan belajar siswa dan ruangan kerja guru yang bersih, serta jauh dari kebisingan industri dan kendaraan.
            Temuan penelitian George C. Stern (Owens, 1991:188) tentang pengukuran iklim organisasi (measurement of organizational climate) menyimpulkan bahwa, skor yang tinggi pada aspek iklim (suasana) sekolah karena didukung oleh; (1) lingkungan kerja yang menyenangkan, (2) ketersediaan fasilitas kerja, (3) kejelasan tugas masing-masing anggota, (4) program kerja yang terorganisir secara rapi (well organized). Lebih lanjut dikemukakan oleh George C. Stern, bahwa suasana kerja yang kondusif dapat meningkatkan efektivitas kerja anggota dalam mencapai tujuan organisasi (to meet organizational objectives). Temuan penelitian ini senada dengan pendapat De Roche (1985) yang menyatakan bahwa, sekolah yang mempunyai iklim sekolah secara positif dapat meningkatkan kinerja guru dan personil sekolah lainnya. Iklim organisasi sekolah yang kondusif dapat dibangun melalui kerjasama  kepala sekolah dengan guru dan dukungan antar sesama guru dalam menjalankan tugas-tugas di sekolah guna meningkatkan prestasi belajar siswa.  
            Penelitian yang dilakukan oleh Peterson (1985) tentang penilaian kemampuan atau performansi mengajar guru menemukan bahwa, semakin lama pengalaman mengajar yang dimiliki oleh guru maka semakin tinggi pemahaman diri pada tugas mengajarnya. Selama guru melaksanakan tugas dipengaruhi oleh suasana kerja di sekolah, baik pola kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah, perlakuan kepala sekolah terhadap guru dan kerjasama antar guru dalam menjalankan tugas di sekolah. Dengan demikian, suasana kerja di sekolah berkorelasi dengan tinggi atau rendahnya kinerja guru di sekolah. 
            Temuan penelitian ini relatif berbeda dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Kadir (1996) yang meneliti tentang unjuk kerja instruktur menyimpulkan bahwa, peringkat unjuk kerja (kinerja) instruktur sangat tinggi. Sedangkan temuan penelitian yang penulis lakukan menunjukkan bahwa peringkat kinerja guru pada kategori tinggi. Perbedaan tersebut kemungkinan terdapat variabel lain yang ikut berpengaruh seperti pengalaman mengajar, latar pendidikan, ataupun  kepemimpinan kepala sekolah. Bahkan mungkin dapat disebabkan faktor metodologis seperti jenis instrumen yang digunakan, teknik sampling, ataupun jenis pilihan statistik yang digunakan.

Pengaruh Pola Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Suasana Kerja terhadap Kinerja Guru

            Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara pola kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru.
Hal ini berarti semakin efektif pola kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah dan semakin menyenangkan/kondusif suasana kerja di sekolah maka akan selalu diikuti dengan peningkatan kinerja guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kabupaten Boyolali.
            Berdasarkan hasil uji signifikansi multiple R (R2) ditemukan bahwa pola kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja secara bersama berkorelasi secara signifikan dengan kinerja guru. Hal ini dibuktikan perolehan harga F regresi sebesar 62,771 bila dibandingkan dengan harga F tabel sebesar 3,02. Ini berarti F hitung > F tabel dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0,000. Dengan demikian hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa teori dan temuan-temuan penelitian yang digunakan sebagai landasan penelitian ini adalah relevan.
            Setelah dilakukan uji signifikansi dari masing-masing harga koefisien garis regresi lewat harga t masing-masing variabel bebas menunjukkan harga koefisien garis regresi yang beragam, walaupun kedua koefisien garis regresi yaitu b1 sebesar 0,386 dan b2 sebesar 0,519. Dengan demikian kedua prediktor memiliki hubungan secara signifikan dengan variabel Y. Artinya semakin efektif pola kepemimpinan kepala sekolah dan semakin kondusif/menyenangkan suasana kerja di sekolah maka kinerja guru semakin meningkat.
            Berdasarkan temuan-temuan penelitian di atas, diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan pendekatan dan metodologi yang berbeda, kualitatif ataupun studi kasus sehingga dapat menghasilkan temuan yang lebih komprehensif.

Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, terdapat pengaruh yang positif dan signifikan anatara pola kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten Boyolali sebesar 66,8 % (R2=0,668,) sedangkan sisanya 33,2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel yang diteliti. 
Kedua, terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara suasana kerja terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten Boyolali sebesar 62,7 %  (R2=0,627), sedangkan sisanya 37,3% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel penelitian ini.
Ketiga, terdapat pengaruh secara ganda (bersama) pola kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten Boyolali terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten Boyolali sebesar 77,9 %  (R2=0,779), sedangkan sisanya 22,1% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel yang diteliti dalam penelitian ini.

Daftar  Pustaka

Davis, G.A. & Thomas, M.A. (1991). Effective Schools and Effective Teachers. Boston., London, Sydney, Toronto: Allyn and Bacon  Inc.

De Roche, E. F. (1985). How School Administrators Solve Problems. New Jersey: Prentice Hall.

Ekosusilo, Madyo. (2003). Mengupayakan Pendidikan yang Mampu Meningkatkan Produktivitas dan Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal IPS dan Pengajarannya. 1:1-10.

Kadir, A. (1996). Hubungan Motivasi dan Disiplin dengan Unjuk Kerja Instruktur Balai Pendidikan dan Latihan Keluarga Berencana di Jawa Timur. Tesis tidak dipublikasikan. Malang:PPS IKIP Malang.

Nurtain. (1989). Supervisi Pengajaran (Teori dan Praktek). Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti-P2LPTK.

Owens, R. G. (1991) Organizational Behavioral in Education (4rd Ed.) New York: CBS College Publishing

Peterson, K.D. (1985). Teacher Evaluation with Multiple and Variable Line of Evidence. Journal of Education Research, 42 (17), 311-317.

Siagian, S. P. (1986). Filsafat Administrasi. Jakarta: CV. Haji Masagung.

Soedijarto. 1993. Memantapkan Kinerja Sistem Pendidikan Nasional dalam Menyiapkan Manusia Indonesia Memasuki Abad ke-21. Jakarta: Rineka Cipta.

Supriadi, D. (1998).  Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa

Suryadi, A. dan Tilaar, H.A.R. (1994). Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Sutisna, O. 1993.  Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.

Yukl, G. (1998). Kepemimpinan dalam Organisasi. Diterjemahkan oleh Magdalena Jamin. Jakarta: Prenhallindo

Biodata Penulis

Sudharto. Lahir di Krandon, Kabupaten Semarang, 2 Nopember 1941. Pendidikan terakhir S3 Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Semarang, lulus tahun 23 April 2007, Master of Arts Educational Administration – The California State University, lulus 19 Agustus 1988. Pekerjaan dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Program Pascasarjana IKIP PGRI Semarang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar