Selasa, 13 Desember 2011

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KELUARGA

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KELUARGA









OLEH
SUDHARTO









MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI
PENDIDIKAN KELUARGA


A.       PENGANTAR
Perjalanan hidup dan kehidupan bangsa Indonesia telah meninggalkan karya monumental sekaligus tanda-tanda kegigihan, etos kerja, kebersamaan, kegotongroyongan, keramahtamahan bangsa yang sangat membanggakan. Ratusan  candi dan bangunan bekas kerajaan yang  tersebar di seluruh wilayah Nusantara serta gambaran tingginya semangat membangun dan menata kehidupan bermasyarakat, bernegara serta menjalin hubungan antar negara  menyakinkan kita semua bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, sejahtera, bermartabat, dan berkarakter. Karakter bangsa itulah yang harus di wariskan ke generasi-generasi berikut, sehingga kebesaran Majapahit, Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain akan terus memotivasi seluruh komponen bangsa agar pada masa yang akan datang NKRI meraih kejayaan dan disegani  oleh bangsa-bangsa lain.  Bagaimana caranya hal tersebut bisa tercapai itulah yang harus dipikirkan serta menjadi tekat dan tindakan bersama.

B.       PENGERTIAN
Karakter adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlaq/ budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain (KUBI, 1985). Sedangkan watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatan; tabiat, budi pekerti (KUBI, 1985). Kosa kata lain yang sama nilai dan fungsinya adalah karakter yang maknanya tidak lain adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan yang membedakan seseorang dengan yang lain (KUBI, 2000). Dengan demikian tabiat, watak, akhlaq, budi pekerti, karakter merupakan padanan kata yang mengandung pengertian sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatan manusia. Sebagai sifat batin manusia, watak/ karakter ini terbentuk melalui proses panjang yang berasal dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor keturunan dan faktor lingkungan pendidikan yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Oleh karena manusia merupakan elemen dasar dari bangsa yang sangat menentukan, maka karakter manusia individual dapat dipastikan menjadi penyokong kuat terbentuknya karakter bangsa melalui akumulasi kelompoknya dengan berbagai latar belakang.
Bagi bangsa Indonesia sumber karakter bangsa ini tidak lain adalah Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika haruslah  menjadi komitmen bersama antara seluruh komponen bangsa. Bentuk negara yang final harus dijaga baik dari ancaman internal maupun eksternal. Demikian juga halnya untuk UUD 1945. Kalau saja Undang-undang dasar ini harus disesuaikan dengan pekembangan jaman, maka jiwa dan semangatnya tidak boleh keluar dari seluruh isi Pembukaan UUD 1945.

C.       PENDIDIKAN KARAKTER
Jika kita berbicara tentang pendidikan karakter terdapat dua macam cakupan yang memiliki cara pengelolaan yang berbeda. Hal ini terkait dengan luas dan kompleksnya pola hubungan antar manusia didalamnya serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Dua macam cakupan itu meliputi :
1.    Pendidikan karakter individual; jika hal itu bertujuan membentuk sifat-sifat positif, watak, karakter seseorang.
2.    Pendidikan karakter bangsa; jika hal itu bertujuan membentuk sifat-sifat positif, watak,  karakter kolektif (karakter/ kepribadian bangsa).

D.       MENGAPA DIPERLUKAN PENDIDIKAN KARAKTER?
Berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari akibat perkembangan teknologi yang sangat besar dampaknya bagi peradaban dunia tak terkecuali bangsa Indonesia, memaksa setiap bangsa berusaha keras agar tidak ketinggalan dengan bangsa-bangsa maju. Esensi dari kemajuan perlu ditangkap secara tepat. Setiap bangsa berkehendak maju, modern tetapi tidak ingin kehilangan sifat-sifat khususnya sebagai indikator kemartabatannya. Terdapat sejumlah alasan mengapa bangsa Indonesia saat ini sangat memerlukan pendidikan karakter, antara lain:
a.    Situasi sosial dan kultural kita memprihatinkan
b.    Kurikulum tidak kosisten pada tujuan pendidikan nasional
c.    Belum diamalkannya nila-nilai Pancasila; bahkan Pendidikan Pancasila tidak masuk dalam kurikulum
d.    Bergesernya nilai-nilai kehidupan.
e.    Memudarnya nilai-nilai budaya bangsa.
f.     Ancaman disintegrasi bangsa
g.    Melemahnya kemandirian bangsa.

E.       UNSUR – UNSUR LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Unsur keluarga meliputi: ayah, ibu, dan anak, inilah lingkungan keluarga utama. Di banyak negara termasuk Indonesia dalam satu rumah tangga terdapat juga unsur keluarga lain yaitu kakek, nenek, paman, bibi yang ikut serta hidup bersama dalam keluarga itu. Bahkan juga ada pembantu. Inilah yang disebut keluarga besar (extended family). Dalam hal keluarga merupakan extended family, harus diwaspadai pola-pola hubungan yang dibangun antara anggota keluarga. Perilaku atau kebiasaan, rasa kasih sayang kakek, nenek, paman, bibi, pembantu yang tidak tepat harus dihindari demi tumbuh kembangnya anak dalam menyongsong perannya kelak di masyarakat sesudah dewasa.
Unsur lingkungan sekolah meliputi kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, tenaga keamanan dan kebersihan, komite sekolah,  supervisor, dan lain-lain.
Unsur lingkungan masyarakat meliputi komponen masyarakat di luar kedua lingkungan di atas seperti RT, RW, desa, kota, kabupaten, dan seterusnya. Dalam lingkungan itu terdapat tokoh organisasi sosial kemasyarakatan, tokoh agama, tokoh informal, budayawan, seniman, birokrat, elit politik, dan lain sebagainya. Pengaruh yang berasal dari tokoh-tokoh ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh unsur keluarga dan unsur sekolah.
F.        FUNGSI LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Proses pendidikan berlangsung tidak dalam satu lingkungan yang sama dan juga berlangsung tidak dalam lingkungan yang steril. Lingkungan itu selain saling mempengaruhi, ada yang kuat, ada yang lemah, juga rentan terhadap pengaruh eksternal dalam konteks kehidupan antar bangsa. Seluruh unsur dalam setiap lingkungan harus bertanggung jawab terhadap tumbuh kembangnya anak. Terdapat tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Fungsi keluarga memberikan pengalaman pertama pada masa kanak-kanak karena orangtua adalah pendidik pertama dan utama. Di samping itu keluarga merupakan tempat yang tepat untuk pembiasaan saling asah, asih, dan asuh serta pemberian keteladanan yang berkesinambungan. Beberapa kegiatan mendasar antara lain:
1.    Menanamkan dasar pendidikan moral.
2.    Mengembangkan potensi nilai-nilai sosial.
3.    Meletakkan dasar pendidikan agama.
4.    Membiasakan perilaku yang berbasis pada hubungan kekeluargaan.
Fungsi sekolah membantu peran orangtua, mengadopsi dan mengadaptasi nilai-nilai dari luar lingkungan keluarga.
Fungsi masyarakat adalah melengkapi pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah, serta memberikan dukungan dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai warga negara/ anggota masyarakat.

G.       MODEL PENDIDIKAN UNTUK PENGEMBANGAN KARAKTER BANGSA
Salah satu model pendidikan karakter bangsa yang dapat dikembangkan adalah model yang mencakup empat sasaran yaitu olah hati. olah pikir, olah raga, dan olah rasa.
Nilai-nilai/ sifat yang dikembangkan antara lain:
1.      Olah hati, meliputi: beriman, bertaqwa, jujur, adil, bertanggung jawab, berempati, pantang menyerah, rela berkorban, berjiwa patriotik.
2.      Olah pikir, meliputi: cerdas, kritis, kreatif, berfikir terbuka, berorientasi IPTEK dan produktif.
3.      Olah raga, meliputi: bersih, sehat, sportif, tangguh, berdaya tahan, gigih, ceria.
4.      Olah rasa, meliputi: ramah, toleran, suka menolong, gotong royong, nasionalis, kerja keras, beretos kerja.

H.       JEJARING PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
Pendidikan karakter bangsa harus dilakukan dengan memperhatikan tiga lingkungan pendidikan  sebagaimana diutarakan pada bagian depan dari uraian ini. Badan Koordinasi Wanita (BKOW) dan gerakan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sesungguhnya merupakan kekuatan yang telah terbukti kehandalannya dalam melaksanakan program-program yang bersifat nasional. Kalau saja pejabat pemerintahan dari pusat sampai ke daerah menyadari keberadaan lembaga tersebut yang jaringannya sampai ke kecamatan bahkan sampai di desa dalam bentuk kelompok Dasawisma pastilah lembaga itu bisa memainkan peranannya yang signifikan dalam rangka pembentukan karakter bangsa. Peran ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari peran lembaga pendidikan jalur formal maupun jalur in formal dan non formal. 

I.          SUASANA KEHIDUPAN YANG MEMBENTUK KARAKTER ANAK
Tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi di sekeliling kehidupannya. Yang didengar, dilihat, dan dirasakan tidak peduli apakah hal itu disengaja atau kebetualan atau sebuah kebiasaan turun temurun tanpa dipahami makna sesungguhnya semuanya akan ditirukan oleh anak. Itulah sebabnya maka para orang  tua, para pendidik dihadapan anak perlu  hati-hati ketika bertutur kata (melarang, memerintah dll) bertindak, dan berperilaku. Pakar psikologi dunia (Dorothy Low) berdasarkan hasil penelitiannya menyampaikan kebiasaan sehari-hari dan dampaknya bagi tumbuh kembangnya anak-anak. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :
1.      Bila anak hidup dalam suasana penuh dengan kritik, dia belajar untuk menyalahkan orang lain.
2.      Bila anak hidup dalam suasana kekerasan, dia belajar untuk berkelahi.
3.      Bila anak hidup dalam suasana penuh olok-olok, dia akan belajar untuk menjadi orang yang pemalu.
4.      Bila anak hidup dalam suasana memalukan, dia akan belajar untuk selalu merasa bersalah.
5.      Bila anak hidup dalam suasana penuh dengan toleransi, dia belajar untuk menjadi seorang yang penyabar.
6.      Bila anak hidup dalam suasana penuh pujian dan penghargaan, dia belajar untuk menghargai orang lain.
7.      Bila anak hidup dalam suasana kejujuran, dia belajar untuk mengenal keadilan.
8.      Bila anak hidup dalam suasana yang aman, dia belajar untuk mempercayai orang lain.
9.      Bila anak hidup dalam suasana memuaskan jiwanya, dia belajar menyenangi dirinya.
10.   Bila anak hidup dalam suasana penerimaan dan persahabatan, dia belajar untuk mendapatkan kasih sayang di dalam dunia ini.

Semarang, 8 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar